Pada setiap raka’at sembahyang yang tanpa duduk tahiyat, Anda memerlukan tahap transisi ruku’ dari qiyam menuju posisi sujud. Tapi kemudian dari posisi sujud ke qiyam, Anda melakukannya langsung tanpa ruku’.
Ini acuan pertama.
Acuan kedua adalah pertemuan Anda dalam shalat dengan beberapa karakter atau sifat Allah swt. Ini berdasarkan kalimat-kalimat yang Anda ucapkan selama melakukan shalat.
Pertama, tentu saja Allah yang akbar. Lantas ia bagai rabbun. Selanjutnya, rahman dan rahim. Kemudian hakekat kedudukannya sebagai malik. Dan akhirnya Allah yang ‘adhim dan a’la.
Keranjang IKEA
Kedudukan Allah sebagai akbar atau Yang Maha Lebih besar (Ia senantia-sa terasa lebih besar,Keranjang IKEA dinamika, tak terhingga, seiring dengan pemuaian kesadaran dan penemuan kita)—kita ucapkan untuk mengawali shalat serta untuk menandai pergantian tahap ke tahap berikutnya dalam shalat.
Artinya, setiap langkah kesadaran dan laku kita letakkan di dalam penghayatan tentang ketidakterhinggaan kebesaran-Nya, melainkan mengasah kita melalui fungsi-Nya sebagai rabbun.
Sebagai Yang maha Mengasuh, Ia bersifat penuh kasih dan penuh sayang, Rahman dan Rahim. Penuh cinta dalam konteks hubungan individual Ia dengan Anda, maupun dalam hubungan yang lebih ‘heterogen’ antara ia dengan komprehensi kebersamaan kemanusiaan dan alam semesta.
Keranjang IKEA
Tapi jangan lupa Ia adalah Raja Diraja, Ia Malik, hakim agung di hari perhitungan. Ia sekaligus Maha Legislatif, Maha Eksekutif dan Maha Yudikatif. Dan memang hanya Ia yang berhak penuh merangkum seluruh kehidupan itu hanya dengan diri-Nya yang sendiri, tanpa kita khawatirkan terjadi ketidakadilan dan ketidakjujuran—yang pada budaya kekuasaan antara manusia dua faktor itu membuat mere